Fadlianto Botutihe
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi

Penggunaan tapioka pertama kali diduga berasal dari Amerika Selatan. Kata tapioka berasal dari bahasa brasil, tapi’oka, yang berarti makanan dari singkkong. Di Inggris, tapioka diidentikan dengan rice pudding karena paling umum digunaka sebagai bahan baku untuk membuat puding. Tapioka baru populer di kalangan ibu rumah tangga Indonesia pada tahun 1980-an, ketika pemerintah mulai menggalakan program penakeragaman pangan. Di beberapa belahan dunia, tapioka dikenal dengan sebutan mandioca, aipim, macaxeria, manioca, boba, dan yuka     (soemarmo, 2010).
Menurut Margono dkk (2000) Tapioka yang diolah menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri kembang gula, penggalengan buah- buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian. Tapioka juga banyak  digunakan  sebagai  bahan  pengental,  bahan  pengisi  dan  bahan pengikat dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim, pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada  umumnya  masyarakat  kita  mengenal  dua  jenis  tapioka,  yaitu  tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan  tidak mengandung gumpalan lagi. Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
          1.  Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
2. Kandungan  Air;  tepung  harus  dijemur  sampai  kering  benar       sehingga kandungan airnya   rendah.
3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu     yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat     dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
4. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini            hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.
Tabel 1.  Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)
KOMPONEN
KADAR
Kalori
146,00 kal
Air
62,50 gram
Phosphor
40,00 mg
Karbohidrat
34,00 gram
Kalsium
33,00 mg
Vitamin C
30,00 mg
Protein
1,20 gram
Besi
0,70 mg
Lemak
0,30 gram
Vitamin B1
0,06 mg
Berat dapat dimakan
75,00
Sumber : Margono dkk, 2000

 Proses Pembuatan Tepung Tapioka
Menurut Pinus Lingga dkk (1992) Tepung tapioka berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Skema proses pembuatan tepung tapioka disajikan pada Gambar 2. Adapun urutan pengerjaan proses pembuatannya adalah sebagai berikut:
1.   Pengupasan dan pencucian
Singkong terlebih dahulu dikupas kulitnya. Setelah singkong dikupas kemudian dicuci untuk menghilangkan lendir di bawah kulit. Pencucian dilakukan dalam bak permanen dan pencucian yang baik adalah air selalu mengalir terus menerus, dengan demikian air selalu diganti.
`           2.    Pemarutan
Selesai pencucian, singkong dimasukkan dalam mesin pemarut untuk diparut menjadi bubur. Mesin parut terus menerus dicuci dengan air. Air ini mengalirkan bubur ke dalam satu bak dan disinilah bubur dikocok. Dari bak bubur singkong dimasukkan ke alat yang terbuat dari anyaman kawat halus.
`3.   Pemerasan dan penyaringan
Pemerasan dan penyaringan dilakukan dengan mesin (saringan getar). Alat penyaring ini terbuat dari anyaman kawat halus atau selapis tembaga tipis yang berlubang kecil-kecil. Bubur dimasukkan  dalam alat dan pengairan terus berlangsung.  Air dari penyaringan ditapis dengan kain tipis yang dibawahnya disediakan wadah untuk menampung aliran air  tersebut.  Di  atas  saringan  ampas  tertahan,  sementara  air  yang  mengandung  pati. ditampung dalam wadah pengendapan.
4.   Pengendapan
Pengendapan dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian lain seperti ampas dan  unsur-unsur  lainnya.  Pada  pengendapan  ini akan  terdapat  butiran  pati  termasuk protein,   lemak,   dan  komponen   lain   yang  stabil   dan   kompleks.   Jadi   akan  sulit memisahkan  butiran  pati  dengan  komponen  lainnya.  Bahkan  ini  terdapat  berbagai senyawa  sehingga  dapat  menimbulkan  bau  yang  khas.  Senyawa  alkohol  dan  asam organik  merupakan  komponen  yang  mempunyai  bau  khas.  Butiran  pati  yang  akan diperoleh berukuran sekitar 4-24 mikron (1 mikron sama dengan 0,001 mm). Sifat kekentalan (viskositas) cairan tapioka tidak jauh berbeda dengan air biasa. Butiran pati yang berbentuk bulat dan mempunyai berat jenis 1,5 dan butiran ini harus cepat diendapkan. Kecepatan endapan sangat ditentukan oleh besarnya butiran pati, keasaman air rendaman, kandungan protein yang ikut, ditambah zat koloidal lainnya. Pengendapan butiran (granula)  umumnya berlangsung selama 24 jam dan akan menghasilkan  tebal endapan sekitar 30 cm.

5.   Pengeringan
Pengeringan disini dimaksudkan untuk menguapkan kandungan air sehingga diperoleh tepung   tapioka   yang  kering.   Untuk   itu  endapan   pati  harus   segera   dikeringkan. Pengeringan  bisa menggunakan  sinar matahari, atau pengeringan  buatan. Pengeringan buatan yang sering digunakan adalah batch drier,  oven drier,  cabinet drier,  dan drum drier. Endapan pati yang terbentuk semi cair ini mempunyai kandungan air sekitar 40 % dan dengan  pengeringan  langsung  akan bisa  turun  sampai  17%.  Dalam  pengeringan harus diperhatikan faktor suhu terutama yang menggunakan panas buatan. Suhu jangan melebihi 70 - 80 0C. Gumpalan-gumpalan pati setelah keluar dari pengeringan langsung dihancurkan  guna mendapatkan  tepung yang diinginkan.  Penghancuran  dapat melalui rol atau disingrator. Hasil dari penghancuran ini masih berupa tepung kasar. Untuk memperoleh tepung yang halus maka perlu disaring atau diayak.
0 Responses

Posting Komentar