Fadlianto Botutihe
Pati
Pati merupakan bagian dari karbohidrat. Pati merupakan sumber utama penghasil energi dari pangan yang dikonsumsi oleh manusia. Sumber-sumber pati di dunia berasal dari tanaman sereal, legume, umbi-umbian, serta beberapa dari tanaman palm seperti sagu. 60-70% dari berat biji-bijian sereal mengandung pati dan menyediakan 70-80% kebutuhan kalori bagi   penduduk dunia. Pati murni atau pati yang dimodifikasi banyak digunakan dalam industri pangan atau non pangan. Dalam penggunaan sebagai pangan pun dapat diklasifikasin sebagai penggunaan primer atau sekunder. Penggunaan pati sebagai sumber pangan primer misalnya dijadikan sebagai bahan makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan energy harian manusia, sedangkan jika digunakan sebagai bahan pangan sekunder, pati dapat dijadikan sebagai bahan pengisi, pembentukan gel atau pengental, moisture-retention, pembentukan tekstur dan lain sebagainya. Sedangkan jika digunakan sebagai bahan industri non pangan pati banyak digunakan dalam industri kertas dan tekstil. Sifat karakteristik kimia dan fisik dari pati inilah    yang membedakan pati dengan sumber karbohidrat lainnya. Pati tersusun dari monomer monosakarida enam karbon D-glukosa. Struktur monosakarida D-glukosa dapat digambarkan dalam struktur rantai terbuka atau dalam bentuk cincin. Konfigurasi dalam bentuk cincin yang biasa juga disebut dengan pyranose lebih stabil secara termodinamika dalam larutan. Atom C1 pada struktur aldehid pada glukosa merupakan atom karbon yang sangat reaktif yang menyebabkan D-glukosa menjadi gula reduksi (Bastian, 2011)

Monosakarida dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hydrogen  peroksida  (H2O2) atau  ion  kupri  (Cu2+). Gula  dioksidasi  oleh  gugus  karbonil, sedangkan senyawa pengoksidasinya menjadi tereduksi, dimana kita ketahui bahwa senyawa pereduksi adalah pemberi elektron sedangkan senyawa pengoksidasi adalah senyawa yang menerima elektron). Monosakarida merupakan gula pereduksi sedangkan pada polimer rantai panjang yang disusun oleh glukosa juga memiliki sifat pereduksi namun dari sekian glukosa yang menyusunnya sifat pereduksinya hanya terdapat pada glukosa yang berada pada ujung rantai. Sifat pereduksi ini sangat bermanfaat pada proses analisa gula. Dengan menambahkan dan mengukur senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh larutan gula, maka dapat diduga berapa konsentrasi gula pada larutan (Bastian, 2011).
Salah satu perbedaan pati dengan selulosa dapat dilihat ikatan glikosida yang menghubungkannya, ikatan glikosida pada selulosa dibentuk oleh ikatan β. Hal ini mempengaruhi struktur konfigurasi, sifat fisikokimia, dan daya cernah dari enzim terhadap selulosa walaupun sama-sama disusun oleh glukosa. Pati sangat mudah dihidrolisis oleh enzim amilase untuk membentuk molekul-molekul monosakarida atau oligosakarida yang lebih kecil   lagi, sedangkan selulosa tidak dapat dicernah oleh amilase, hal inilah yang menyebabkan    beberapa hewan dan manusia tidak dapat mencernah selululosa karena tidak memiliki enzim amilase dalam tubuhnya. Selulosa merupakan senyawa seperti serabut, liat, seperti halnya pati  tidak dapat larut pada air, darn terdapat di dinding sel pelindung tanaman terutama pada       tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa  merupakan polimer rantai lurus yang disusun oleh unit D-glukosa sama seperti amilosa, namun perbedaannya pada selulosa unit D-glukosa dihubungkan oleh ikatan β glikosida. Polimerisasi dari glukosa pada pati membentuk dua jenis polimer yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer penting dalam pati yang membentuk rantai lurus oleh ikatan glikosida α 1,4. Kebanyakan sumber pati mengandung amilopektin yang lebih besar dibandingkan dengan kandungan amilosanya. Perbedaan struktur polimer dari amilosa dan amilopektin ini mempengaruhi secara signifikan sifat dan fungsional dari pati (Bastian, 2011).
Secara umum manfaat pati yaitu sebagai sumber karbohidrat pada pertumbuhan tanaman. Pada biji-bijian legume maupun serealia kandungan pati yang terdapat pada biji digunakan sebagai penyuplai energy pada proses perkecambahan atau dalam pembentukan daun pada tanaman. Bagi manusia kandungan pati pada legume dan serealia dimanfaatkan sebagai  pangan  untuk  memenuhi  kebutuhan  karbohidrat.  Kandungan  pati  pada  tanaman bukan hanya terdapat pada biji-bijian, namun juga terdapat umbi, daging buah dan sebagian kecil  pada daun atau batang (Bastian, 2011).
Pembentukan  polimer  pati  diproduksi  dalam  jaringan  plastids  pada  sel  tanaman dengan bantuan enzim. Proses sintesis pati terjadi pada chloroplasts atau pada amyloplast. Enzim sangat berperan dalam pembentukan penyatuan D-glukopiranosa pada sel tanaman dalam pembentukan amilosa dan amilopektin. Starch synthase merupakan enzim yang mengubah adenosine-diphospoglucose (ADP-glucose) yang merupakan bentuk reaktif dari D- glucopyranose dalam sel tanaman untuk membentuk rantai amilosa. Pembentukan amilopektin sendiri merupakan pemotongan rantai amilosa yang kemudian terhubung pada ikatan α1,6 pada salah satu molekul D-glucose pada rantai amilosa yang terbentuk. Jadi dapat         dianalogikan bahwa pembentukan amilopektin seperti proses “cut and paste” dari rantai  amilosa yang terlebih dahulu terbentuk. (Thomas dan Atwell, 1999)
  Amilosa dan amilopektin
Penyusun utama pati yaitu amilosa dan amilopektin. Meskipun amilosa dan amilopektin dibentuk oleh penyusun yang sama yaitu molekul                           D-glucopyranose, namun terdapat perbedaan sifat fungsional antara keduanya. Rantai molekul D-glucopyranose ada yang berbentuk rantai lurus dan ada yang bercabang. Rantai lurus pada pati disebut dengan amilosa. Molekul D-glucopyranosa yang berikatan membentuk rantai lurus dihubungkan oleh ikatan α1,4 glikosida. Walaupun amilosa dikatakan sebagai rantai lurus namun bentuk amilosa sebenarnya yaitu berbentuk heliks atau spiral. Bagian dalam heliks amilosa mengandung atom hydrogen, oleh karena itu interior dari amilosa memiliki sifat hidrophobik sehingga dapat menjebak senyawa asam lemak bebas, asam lemak dari gliserida, alkohol dan iodine (Fennema, O.R., 1985 dalam ).
Pembentukan formasi antara amilosa dan senyawa lipid dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, pH lama kontak antara amilosa dan senyawa yg akan terikat dalam heliks amilosa. Ikatan kompleks yang terbentuk pada amilosa dan senyawa lipid dan emulsifier pangan sangat mempengaruhi suhu gelatinisasi, perubahan tekstur, viskositas, sifat pasta dan retrogradasi dari pati. Amilosa memiliki derajat polimerisasi antara 1500 - 6000 dengan berat molekul 105 sampai 106 g/mol. Sifat lain dari amilosa jika dibandingkan dengan amilopektin yaitu sulit membentuk gel dalam air. Hal ini dapat dilihat pada pati yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi contohnya jagung high amylosa, pati gandum, atau pati beras. Dibandingkan dengan beras ketan yang memiliki sedikit sekali amilosa dapat membentuk gel yang sangat baik dan lekat. Oleh karena itu dalam pembuatan dodol harus menggunakan beras ketan agar dapat memperoleh tekstur yang lekat dan liat sebagai cirri khas tekstur pada dodol (Bastian, 2011).
Saat pemasakan pati dalam larutan air menyebabkan amilosa keluar dari granula pati kemudian   larut   dalam   air,   dan   jika   dalam   keadaan   dingin   amilosa   tersebut   akan terretrogradasi  hingga  menbentuk  lapisan-lapisan  kerak  atau  lapisan  film.  Hal  ini  dapat diamati jika kita melakukan pemasakan pada nasi, kita sering menemukan lapisan-lapisan yg berbentuk film putih transparan pada dinding-dinding panci atau penutup panci. Lapisan- lapisan  tersebut  merupakan  amilosa  yang  telah  larut  dalam  air  kemudian  terretrogradasi hingga membentuk   lapisan film (Bastian, 2011).
Amilopektin merupakan rantai bercabang yang terdapat pada pati yang dihubungkan oleh  ikatan  α1,6  glikosida.  Gugus  amilopektin  tidak  semuanya  memiliki  ikatan  α1,6 glikosida,  namun  juga  terdapat  ikatan  α1,4  glikosida,  hanya  pada  percabangannya  saja terdapat ikatan           α1,6 glikosida. Diperkirakan hanya sekitar 4-6% ikatan α1,6 glikosida yang terdapat pada gugus amilopektin. Bentuk dari amilopektin menyerupai bentuk dahan pohon  yang  bercabang-cabang.  Amilopektin  merupakan  molekul  yang  dominan  pada sebagian jenis pati yang terdapat di alam. Komposisi  perbandingan  amilopektin dan    amilosa    sangat besar. Jika derajat polimerisasi dari amilosa berkisar antara 1500 hingga 6000, derajat polimerisasi molekul amilopektin bias mencapai 300.000 hingga 3.000.000 bahkan ada yang mencapai 10.000.000  hingga  500.000.000  misalnya  pada  pati  kentang.  Karena  memiliki  rantai bercabang yang  cukup banyak, maka  sifat  retrogradasi  dari  amilopektin  lebih  kecil  jika dibandingkan   dengan amilosa. Karena sifat retrogradasi yang kecil inilah yang menyebabkan amilopektin mampu mempertahankan sifat gel yang terbentuk (Bastian, 2011).
Modifikasi Pati
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia  (acetylasi,  esterifikasi,  sterifikasi  atau  oksidasi)  atau  dengan  menggangu  struktur asalnya  (Fleche,  1985). Pati diberi perlakuan tertentu dengan tujuan untuk menghasilkn sifat yang lebih baik untuk memperbaiki  sifat  sebelumnya  atau untuk  merubah  beberapa  sifat  sebelumnya  atau  untuk merubah  beberapa  sifat  lainnya.  Perlakuan  ini dapat  mencakup  penggunaan  panas,  asam, alkali, zat pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru dan atau perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati. Beberapa  metode  yang  dapat  memodifikasi   pati  antara  lain  modifikasi  dengan pemuliaan  tanaman,  konversi  dengan  hidrolisis,  cross  linking,  derivatisasi   secara  kimia, merubah menjadi sirup dan gula dan perubahan sifat-sifat fisik (Furia, 1968) dalam penelitian Murwani.  Modifikasi  dengan konversi  dimaksudkan  untuk mengurangi  viskositas  dari pati mentah hingga dapat dimasak dan digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, pati akan lebih  mudah  larut  dalam  air  dingin  dan  memperbaiki   sifat  kecenderungan   pati  untuk membentuk gel atau pasta (Furia, 1968 dalam penelitian Murwani 1989).
Pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk  keperluan-keperluan  tertentu.  Sifat-sifat  yang diinginkan  adalah  pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap sharing mekanis yang baik serta daya pengental yang tahan terhadap kondisi asam dan suhu sterilisasi (Wirakartakusuma, et al., 1989).


1 Response
  1. Unknown Says:

    gak dikasih daftar pustaka?


Posting Komentar